Apa Itu Komunikasi Empatis

Empati adalah sejenis pemahaman prespektif yang mengacu pada "respon emosi yang dianut bersama dan dialami anak ketika mempresepsikan reaksi emosi orang lain". Empati mempunyai dua komponen kognitif itu adalah, pertama, kemampuan orang tua mengidentifikasikan dan melabelkan perasaan orang lain. Kedua,  kemampuan orang tua mengasumsikan dalam keresponsifan emosi (Fleshbach,1978).

Ada teorikus perkembangan anak yang berpendapat bahwa empati adalah kualitas bawaan manusia. Mereka berargumentasi bahwa manusia telah berevolusi sebagai makhluk yang hidup bersama. Selain itu, perhatian dan pertimbangan terhadap orang lain mempunyai nilai kelangsungan hidup. Namun, teorikus lain berpendapat bahwa empati dipelajari melalui pelaziman awal melalui pengalaman yang universal. Sebagai contoh, ketika seorang anak terluka jarinya, kemudian mengeluarkan darah, ia melihat tangannya terluka dan terasa nyeri. Pengalaman ini kemudian tertanam dalam otak anak. Ketika melihat anak lain terluka, pengalaman terluka yang pernah dialamimnya kemudian membuatnya memahami bahwa anak tersebut pun mengalami nyeri.

Truax & Carkhuff (dalam Kanfer & Goldstein, 1980) menjelaskan apa itu empati. Menurut penjelasan mereka yang panjang, empati adalah "setelah kita tahu tentang beberapa kebutuhan-kebutuhannya, beberapa keinginannya, beberapa prestasi dan beberapa kegagalan, kita menyadari diri kita sebagai teman "hidup dan tinggal" dengannya seolah-olah seperti cerita pokok di dalam novel,.... seperti karakter yang ada di novel tersebut, kita menjadi mengerti tentang individu melalui sudut pandangannya, kerangka berpikirnya, kita memperoleh pemahaman akan pengalamannya dari waktu ke waktu, sehingga melalui itu semua kita memahami mereka dan seolah-olah semua hal tentang individu merupakan bagian dari diri kita .."

Disimpulkan secara sederhana bahwa empati adalah pemahaman kita tentang orang lain berdasarkan sudut pandang, prespektif, kebutuhan-kebutuhan, dan pengalaman-pengalaman orang tersebut. Untuk itulah sikap empati sangat dibutuhkan didalam proses pertemanan agar tercipta hubungan yang bermakna dan saling menguntungkan.

Ada 5 tingkatan empati yang bisa dicapai orang tua, yaitu:
Tingkat 1: Komunikasi verbal dan ekspresi dari orang tua tidak sesuai atau malah mengurangi komunikasi verbal dan ekspresi anak. Orang tua tidak memiliki kesadaran akan ekspresi yang nyata dan dasar dari anak. Orang tua hanya memahami anak melalui sudut pandang sendiri, sehingga orang tua kelihatan terlalu terpusat pada egonya, mudah marah, tidak tertarik, mengabaikan dan tidak memiliki kesesuaian dengan apa yang diekspresikan oleh anak.
Tingkat 2: Orang tua dalam berkomunikasi dengan anak terkesan hanya menyampaikan pikiran-pikirannya saja, tidak dapat menyelami apa yang dirasakan oleh anak, sehingga tidak mengakibatkan orangtua cenderung mengesampingkan ekspresi emosi yang disampaikan oleh anak.
Tingkat 3: Orang tua hanya bisa memahami ekspresi-ekspresi emosional dari anak yang bersifat permukaan saja, dan orangtua tidak mampu memahami keadaan emosional anaknya yang lebih mendalam, sehingga menimbulkan kesalahan interpretasi dalam menafsirkan ekspresi anak.
Tingkat 4: Orang tua mampu memahami, baik emosi-emosi permukaan maupun emosi-emosi yang terdalam dari anak, tetapi orang tua masih belum mampu menyatu secara menyeluruh dengan anak.
Tingkat 5: Orang tua tidak saja mampu memahami emosi-emosi permukaan maupun emosi-emosi yang terdalam dari anak, tetapi juga mampu memahami ekspresi emosi-emosi yang tidak terekspresikan oleh anak dan sulit disadari oleh anak sendiri. Anak dapat mengetahui emosi-emosi yang tidak disadarinya melalui orang tua. Akhirnya, orang tua mampu memahami anak secara menyeluruh dan total, sehingga kesesuaian makna terjadi antara orangtua dan anak.

Beberapa contoh komunikasi yang terjadi antara orangtua dengan anak akan dituliskan di bawah ini.
Contoh komunikasi empatis
1. Anak: "Teman-teman saya malas untuk menengok saya di rumah sakit, mereka seperti bosan melihat saya .. hanya sekali mereka datang, itu pun cuma sebentar.. saya merasa sedih karena ternyata teman-teman saya telah melupakan saya..."
Orangtua: "Kelihatannya kamu sangat mengharapkan kehadiran teman-teman ya, tetapi menurutmu sepertinya mereka tidak peduli denganmu, sehingga hal itu membuat kamu sedih karena tidak mendapatkan perhatian dari teman-teman ...".
2. Anak: "Saya marah, guru saya tahunya hanya mendikte, mereka tidak pernah mau tahu apa yang saya hadapi dalam pelajaran ...".
Orang tua:"Kamu merasa marah terhadap gurumu, karena sepertinya mereka tidak pernah mengerti dengan kesulitan-kesulitan yang kamu hadapi sendiri ...kamu berharap gurumu sedikit mengerti tentang kesulitan-kesulitan yang kamu hadapi dalam pelajaran".
3. Anak: "Saya sedih dan marah kepada teman saya,... dia itu brengsek, walaupun dia telah mengecewakan saya, tetapi saya masih suka bermain dengannya"
Orangtua:"Kamu sebenarnya masih ingin bersama dengan temanmu, walaupun dia telah menyakitimu, tetapi tampaknya kamu masih menyimpan kemarahan terhadapnya ya ...".

Contoh komunikasi yang tidak empatis
1. Anak: "Teman-teman saya malas untuk menengok saya di rumah sakit, mereka seperti bosan melihat saya .. hanya sekali mereka datang, itu pun cuma sebentar.. saya merasa sedih karena ternyata teman-teman saya telah melupakan saya..."
Orangtua: "Ah, itukan biasa, namanya juga teman, kadang mereka suka lupa dengan kamu, mereka kan memiliki kesibukan sendiri"
2. Anak: "Saya marah, guru tahunya hanya mendikte, mereka tidak pernah mau tahu apa yang saya hadapi disini .."
Orangtua: "Kamulah yang salah... kamu tidak mau tahu mengikuti apa yang dikatakan gurumu... cobalah sekali-kali kamu patuh"
3. Anak: "Saya sedih karena baru saja saya putus dengan pacar saya, walaupun dia telah mengecewakan saya, tetapi saya merasa sayang dengannya"
Orangtua: "Kenapa mesti sedih dan marah, .. kan masih banyak cowok yang suka dengan kamu, sudahlah, lupakan saja pacarmu yang brengsek itu"

Menurut hasil penelitian yang ada, semua anak mampu mengembangkan kemampuan untuk berempati. Ada anak yang lebih mudah memberikan respon empatis ketimbang anak lainnya. Metode disiplin dan pengasuhan orang tua memberikan andil penting dalam pembentukan kemampuan berempati pada anak. Salah satu disiplin yang memfokuskan perhatian anak terhadap perasaan atau reaksi orang lain sangat penting dalam mengajarkan empati pada anak. Sebagai contoh, ketika anak memukul anak lain, maka orang tuanya berkata pada anaknya. "Kamu tidak boleh memukul Andi karena hal itu menyakitkannya. Bagaimana jika kamu yang dipukul, tentu kamu juga kesakitan kan" Orang tua bisa pula mengajarkan empati kepada anaknya dengan menjelaskan, "Seandainya kamu tidak diundang dalam pesta, sementara anak lainnya diundang, bagaimana perasaanmu? Tentu kamu akan merasa sedih bukan? Begitu juga yang dialami Dilla jika kamu tidak mengundangnya ke pesta ulang tahunmu ...". Orang tua dapat menggunakan berbagai pertanyaan refleksi yang memfokuskan perhatian anak pada perasaan dan pikiran orang lain untuk melatih anak agar mampu bersikap empati terhadap orang lain.

Anak juga harus mengembangkan sikap hangat terhadap orang lain. Sikap hangat menurut Kanfer & Goldstein (1980) dicirikan sebagai kemampuan individu untuk membuat orang lain, tanpa penolakan, ketidaksukaan, paksaan, dan penilaian yang menyudutkan. Kehangatan atau keramahan ini ditandai dengan ekspresi anak atau bahasa verbal dan non verbal dari anak yang menciptakan suasana damai, tenang, tenteram, tanpa paksaan, tanpa penolakan, dengan bahasa tubuh yang positif kepada orang lain.

Sikap empatis dan hangat menentukan kelanjutan dari proses terciptanya hubungan interpersonal yang baik. Jika anak merasa aman dan bebas untuk mengekspresikanpermasalahannya,  maka anak akan berkomunikasi secara terbuka pada orangtuanya. Mereka akan menaruh kepercayaan, sehingga anak mampu memahami permasalahan yang sedang dihadapi.

Bagaimana caranya orangtua mengembangkan pola komunikasi yang empatis pada anak? Gunakan pertanyaan refleksi seperti dibawah ini untuk memahami anak lebih mendalam.
- Apa yang dirasakan oleh anak?
- Bagaimana jika saya yang tertimpa persoalan seperti anak?
- Apa yang diinginkan oleh anak  ketika berada dalam situasi seperti ini?
- Apa yang dipikirkan oleh anak ketika menghadapi situasi seperti ini?
- Bagaimana perasaan anak ketika dimarahi oleh  orangtuanya?
- Bagaimana rasanya jika dilarang untuk bermain?

Comments